ole777 login

ole777 login

ole777 login

ole777 login

Martoyo Harjono
Free Writing Human Resources Leadership

People do not leave bad companies, They leave bad bosses.

Hasil gambar untuk people leave their bosses

Hari itu saya sengaja janjian makan siang di sebuah mall dengan kawan saya yang sudah beberapa Bulan tidak jumpa. Layaknya kawan lama yang jarang bertemu, saya pun menanyakan update seputar dengan pekerjaan dan perusahaan tempat bekerjanya saat ini. Karena setahu saya kawan ini baru satu tahun bergabung dengan perusahaan tempat dia bekerja saat ini. Tak di sangka, ternyata kawan saya ini baru saja mengajukan surat resign ke bos nya satu hari yang lalu.

Katanya, semua orang yang mendengar berita resign nya surprise dan setengah ngak percaya, termasuk saya. Mengapa? karena kawan saya ini selama ini tergolong konsisten berkinerja sangat baik dan bisa dikatakan hypo talent di timnya. Seperti biasa, sebagai mantan HR Head yang selalu melakukan exit interview bagi para karyawan yang resign, saya pun kepo-in background dan alasan yang mendasari resign-nya kawan saya ini? Dengan penuh penasaran saya simak penjelasan dengan penuh semangat 45. Saya mau tau bangetz nih Bro info yang masih fresh from the oven ini.

Dengan bersemangat, kawan saya pun mulai cerita dari A sampai Z terkait resign nya. Banyak cerita dan background yang dia ceritakan secara panjang kali lebar. Namun kesimpulannya adalah alasan utama resign nya lebih karena faktor Boss nya saat ini. Lho kok bisa? Menurut pengakuaannya saat ini Boss nya hanya fokus pada angka penjualan saja di akhir bulan, namun cuek atas proses nya dan tidak memberikan guidance yang jelas dan terstruktur. Di akhir bulan, Boss nya akan marah-marah jika target tidak tercapai. Boss nya tidak berperan sebagai leader yang semestinya, tidak juga bisa dilakukan sebagai mentor maupun coach, atau mudahnya Boss nya belum bisa di jadikan sebagai role model. Padahal sebagai generasi muda, kawan saya ini membutuhkan Boss yang sekaligus bisa menjadi leader, mentor dan coach. Sehingga akan membantu men-develop skill dan kompetensinya menjadi lebih baik lagi. Namun semua tidak saya dapatkan dengan Boss sekarang. Boss saya hanya mementingkan diri nya sendiri saja dan tidak men-develop tim nya. Makin di tanya makin banyak curcol nya yang disampaikan kepada ku terkait dengan Boss-nya.

Walaupun ada alasan lain seperti benefit dan posisi yang lebih baik, ternyata alasan utama kepindahannya adalah karena pengen meninggalkan Boss-nya. Karena Boss-nya tidak menjalankan fungsi dan job nya sebagai true leader yang bertugas mengembangkan anak buah nya. “Khan gue pengen maju juga Bro..” katanya ringan.

Cerita kawan saya ini, mengingatkan kembali pengalaman saya sebagai HR Head sepanjang 2014-2016, dari puluhan exit interview yang saya lakukan saya menemukan kesamaan alasan resign yang dominan. Alasan dominan itu adalah adanya ketidak cocokan dengan Boss dan ingin segera meninggalkan Boss nya. Di tahun pertama di HR, saya pernah menemukan kasus yang membuat pusing tim recruitment saya karena ada banyaknya turn over di tim komersial hanya dalam periode setahun. Akhirnya semua tim yang resign dalam setahun kita list berapa jumlahnya dan siapa boss nya. Surprisingly, saat itu ditemukan bahwa ada lebih dari 10 orang yang resign di bawah manager yang sama, sebutlah nama manager nya Mr. X. Lebih dari separoh anak buahnya resign dalam periode satu tahun. Padahal fenomena ini tidak terjadi untuk manager lainnya. Dari mendengarkan cerita anak buah Mr. X yang sudah resign maupun yang masih tersisa. Saya pun bisa menarik kesimpulan bahwa mereka ingin meninggalkan Boss nya karena sudah tidak kuat lagi.  Alasan utamanya terkait dengan leadership dan attitude si Boss.

Bahkan ada beberapa orang yang tadinya mau resign namun mau tetap mau bertahan di perusahaan asalkan ganti Boss nya. Ternyata mereka masih senang bekerja di perusahaan ini. Setelah setahun berjalan kemudian saya dapat informasi bahwa tim yang pindah Boss ini ternyata sudah happy dan berkinerja sangat perform dan achieve target. Sebelumnya karyawan ini tidak perform dan tidak achieve target.

Dari cerita kawan saya ini, tiba-tiba saya teringat dengan sebuah survey HRD yang mengatakan bahwa ‘People do not leave the company, People leave their Bosses‘. Sebagian karyawan resign adalah ingin meninggalkan Boss nya karena di anggap Boss nya ini tidak asyikk, cuek dan tidak bisa di jadikan mentor dan role model bagi karyawannya. Mereka pindah perusahaan lain dengan harapan mendapatkan Boss baru yang lebih baik. Walau belum tentu mendapatkan Boss baru yang ideal di tempat baru, minimal bisa meninggalkan Boss sekarang secepatnya.

Alasan resign kawan tersebut menjadi alarm dan sarana introspeksi bagi saya juga untuk berusaha menjadi Boss yang lebih baik, dengan fungsi utama Boss adalah ‘managing people’, baik sebagai mentor, coach maupun role model bagi tim di bawahnya. Sebuah pekerjaan yang tidak mudah, namun WAJIB di upayakan bagi para Boss agar tim nya berkinerja excellence yang mampu mencapai business goal yang di tetapkan. Untuk menjadi pemimpin hebat, kita harus melengkapi diri kita dengan Knowledge-Skill-Attitude yang mumpuni juga. Syarat menjadi Boss hebat adalah dengan continuous learning: LEARN-UnLEARN-ReLEARN. Agar bisa melahirkan the next leaders yang lebih baik lagi. Leaders create another leaders. 

Begitulah betapa pentingnya peran Boss untuk membuat tim bisa happy bekerja dan achieve target. Tugas Great Boss itu ternyata tidaklah mudah. Boss yang bisa sekaligus bisa menjadi mentor dan coach bagi tim yang di pimpinnya.

So, apakah Anda sudah siap menjadi Great Leader??

#SalamPembelajaran #BeGreatLeader #Learn

Depok, 17 Sep18, 10:48pm

Gambar terkait

Related posts

Training Problem Solving and Decision Making

Martoyo Harjono

Leadership Itu Seperti Bermain Golf

Martoyo Harjono

10 Strategi Sang Driver Gojek

Martoyo Harjono

Leave a Comment